Dian Siswarini
Dian Siswarini
Dian Siswarini
  • Perspective
  • Insight
  • My Journey
  • Gallery
  • About Me
  • Insight

Cara Militerisasi, Why Not?

Total
0
Shares
0
0
0

Mengamati, memahami, dan kemudian mengambil action yang relevan. Itulah yang selalu saya lakukan bila mendapat tanggung jawab untuk menangani suatu hal baru  atau memimpin unit baru. Termasuk ketika mendapat amanah memimpin XL pada April tahun lalu.

Bagi saya, aktifitas menjalankan  perusahaan, bisa dianalogikan dengan  sebuah mesin besar, yang memiliki banyak bagian, di mana semua bagiannya  harus berjalan seirama. Kalau  satu mur atau baut saja tidak bekerja, itu akan mengganggu stabilitas mesin tersebut, bahkan mungkin  membahayakan fungsi seluruh mesin.

Dalam perusahaan, setiap bagian harus disiplin menjalankan fungsinya, bekerja sama dengan bagian lain, terus menerus, tanpa kenal lelah, menjadi  satu orkestrasi yang harmonis.

Nah, disiplin, kerjasama, dan ketangguhan ini mesti terus menerus diasah.  Apalagi XL pada tahun ini telah memasuki usia 20, dan harus terus ‘siaga’ menghadapi kompetisi industri yang tentunya makin ketat.  Mungkin saja, sudah ada setelan-setelan mesin yang mulai kendur, dan sebagainya, yang  perlu di tune-up, butuh di-refresh.

Saya melihat, sekarang saat yang pas untuk mengasah kembali kemampuan-kemampuan yang saya sebut di atas.  Tim manajemen XL  memerlukan sebuah pelatihan yang akan mengingatkan mereka kembali akan pentingnya 3  hal tersebut pada saat bekerja.

Pertanyaan selanjutnya, ke mana mereka harus dilatih?  MILITER, itu yang kemudian muncul di benak saya.  Ya, jika berbicara tentang masalah disiplin, kerjasama dan ketangguhan (resilince)  tak ada yang lebih hebat dari militer. Karenanya, kemudian kami memilih Pusdikajen (Pusat Pendidikan Ajudan Jenderal) di Lembang sebagai tempat pelatihan.

Pusdikajen ini  sudah melatih banyak sekali individu dari kalangan militer maupun sipil yang profesionalismenya tidak perlu diragukan lagi. Tentu saja, untuk pelatihan seorang non-militer, materi yang diterapkan bisa dirancang khusus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.  Materinya juga ditunjang dengan  pengembangan aspek psikologis,  yang isinya disusun oleh tim psikolog yang bekerja sama dengan Pusdikajen.

Awalnya ide ini menuai banyak pertanyaan di kalangan calon para peserta, seperti: “Wah, XL jadi kader bela negara, nih? Apakah kami akan ‘di-militerisasi’? Apakah kami  akan ‘disiksa’ secara fisik?” Saya memilih tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.  Saya hanya mengatakan bahwa pelatihan tersebut wajib bagi jajaran manajemen dalam negeri (minus expat) tanpa kecuali. Jika untuk urusan ide dan kreatif program lainnya saya biasanya kooperatif.  Tapi untuk soal profesionalisme, disiplin, kerjasama, dan ketangguhan, maaf, saya lebih suka ‘otoriter’.

Jadi, materi ‘militer XL’ memang disesuaikan, tapi caranya tetap cara militer. Komandan Pusdikajen, Kolonel Johnson, mengatakan bahwa pelatihan yang diberikan merupakan aktifitas ‘bersenang-senang ala militer’. Di mana di dalamnya ada kegiatan seperti baris-berbaris, pengetahuan mengenai senjata, jurit malam, strategi tempur, simulasi pertempuran, dsb. Mungkin jika dulu yang waktu mahasiswa pernah bergabung dengan Menwa (Resimen Mahasiswa) atau waktu sekolah menengah ikut Pramuka, tentu tidak asing dengan model pelatihan ini.

Alhasil, beberapa minggu lalu, saya mengirim jajaran manajemen XL dari  jenjang Manager, General Manager, sampai Vice President,  ke pelatihan di Pusdikajen Lembang.  Memang sebagian besar peserta sempat gamang, galau saat harus berangkat ke Lembang. Tapi the show must go on.

Sebelum pelatihan dimulai, mereka harus dicek kesehatan fisiknya secara menyeluruh. Ini untuk melihat dan menentukan  peserta mana saja yang harus mendapat penanganan khusus karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Tentu hal ini penting, karena usia rata-rata peserta sudah di atas 35 tahun. Dan hasilnya memang tidak sedikit yang level kebugarannya mendekati merah.

Selama tiga hari, peserta yang berjumlah lebih dari 300 orang, tinggal di barak tentara, makan dan tidur dengan kondisi seadanya. Waktu tidurnya pun sangat singkat, karena selain programnya memang padat, plus mereka menyediakan waktu untuk antre kamar mandi.

Apa yang didapat setelah menjalani pelatihan?

Seperti ‘janji’ Kolonel Johnson bahwa ini adalah program ‘bersenang-senang ala militer’. Pada akhirnya hampir semua peserta berhasil melewatinya dan menikmatinya. Ini seperti “once in a lifetime experience”!. 

Pelatihan tersebut telah menghadirkan kembali  semangat untuk bekerja sama dan bertempur di arena kompetisi bisnis telko yang  ketat.  Kami belajar bagaimana bergerak seperti militer, satu suara untuk merebut kemenangan!!

Total
0
Shares
Share 0
Tweet 0
Pin it 0
Related Topics
  • featured
Previous Article
  • Gallery

Management Komunikasi

View Post
Next Article
  • Insight

Stress Management

View Post

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

about
Dian Siswarini CEO PT XL AXIATA

Semua boleh gelar 4G. Semua bebas mencanangkan kesiapan bertransformasi menjadi perusahaan digital. Yang kurang elok adalah tidak membarenginya dengan menyiapkan ekosistem digitalnya. Tanpa ekosistem, 4G akan jadi panggung yang sepi. Padahal 4G merupakan salah satu harapan terbesar kita sebagai bangsa yang berperan menjadi enabler ekonomi digital. Harapannya, 4G akan menjadi tumpuan mewujudkan visi XL untuk membangun Digital Economy Indonesia.

Recent Post
  • 1
    5G Datang Lebih Cepat Dari Perkiraan
  • 2
    Kembangkan IoT Harus Gandeng Tangan, Tidak Bisa Sendirian
  • 3
    Industri Telekomunikasi 2019 : Menatap Penuh Optimisme
Dian Siswarini
  • Perspective
  • Insight
  • My Journey
  • Gallery
  • About Me
Power by XL Axiata

Input your search keywords and press Enter.